Terima kasih, Koloni
Aku tidak menyangka kalau perjalananku mungkin cuma sampai di sini. Memilih jalur yang aku senangi, bahkan bisa dibilang aku mencintai jalur ini tanpa ada landasan atau dasar yang pasti, aku rela melakukan semuanya meski pun tertatih-tatih. Berlari sepanjang jalan, terus terawa-tawa dan menemukan hal-hal yang menyenangkan, hal-hal yang awalnya tidak aku sangka bisa digapai, sungguh perjalanan yang menyenangkan. Tapi, semuanya tampak harus selesai di sini, meski belum sampai di ujung jalan.
Empat tahun yang lalu, aku ditunjuk untuk menjadi pimpinan koloni ini. Sudah aku duga sebelumnya bahwa akan tiba saatnya aku akan memimpin koloni ketawa-ketiwi ini. Apa yang aku pikirkan saat itu adalah bagaimana caranya agar koloni ini tetap ada meski jalannya tidak stabil. Akan aku lakukan apa pun, asal koloni ini tetap bisa berjalan sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan.
Terdengar konyol memang apabila mendengarkan paragraf di atas. Tapi, semua itu aku lakukan karena aku tidak mau koloni yang sudah dibangung oleh para pendahulu ini kemudian hilang. Aku sudah merasakan susah-senang, dan suka-duka koloni ini. Aku pikir dengan aku menjadi pimpinannya, aku bisa meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
Aku benar-benar sudah cinta dengan koloni ini. Jujur saja, aku bukanlah orang keren seperti kata orang-orang. Aku cuma orang biasa saja, tidak punya keahlian atau kelebihan. Tapi, aku menemukannya di koloni ini. Para pendahulu koloni ini mengajarkan semuanya kepadaku, memberikan aku kesempatan sehingga dapat jam terbang, dan berakhir menjadi aku yang sekarang, yang kalian kenal. Tanpa koloni ini, aku yakin, aku hanya pecundang biasa yang bingung menjadi jati diri karena krisis identitas.
Sebagai pemimpin di koloni ini, aku memaksakan semua orang untuk berlari. Entah cuma berlari kecil atau berlari kencang sepertiku. Aku semangat karena aku yakin dengan begitu, koloni ini bisa mengejar koloni lain yang lebih besar di depan mereka. Aku yakin dengan potensi seluruh orang yang berada di koloni ini.
Hingga tibalah hari ini, hari di mana aku sadar, bahwa selama ini cuma aku yang berlari. Mereka semua terdiam di belakangku. Aku benar-benar terkejut, dan sejujurnya sakit juga. Aku merasa apa yang sudah ku lakukan selama ini ternyata sia-sia. Aku tidak menyalahkan mereka, aku cuma tertipu oleh ekspektasiku sendiri. Aku tidak menyangka sebelumnya kalau hal ini akan terjadi.
Kelihatannya, mau tidak mau, aku harus melepas mereka. Pikirku, biar mereka sendiri yang mengatur jalan dan kecepatan saat berlari. Menurutku, memang aku yang terlalu egois untuk memaksa mereka berlari dan tak pernah beristirahat.
Meski dalam menulis ini aku meneteskan beberapa air mata, tapi setidaknya itu yang aku rasakan. Terima kasih sudah diberi kesempatan untuk membina dan mempini koloni ini. Sekali lagi, terima kasih.
Komentar
Posting Komentar